[ad_1]
12
Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Prof. Dr. Ma’mun Murod, M.Si., mendorong pemerintah, khususnya DPR RI, agar segera membahas amandemen UU Penyiaran. Itu menurutnya penting dilakukan karena dunia penyiaran semakin berkembang.
Baca juga : Prodi Ilkom UMJ Berikan Pelatihan Kepada Tim Litbang KPI
Ma’mun menyampaikan itu dalam sambutannya pada acara pembukaan Kick Off Konferensi Penyiaran Indonesia dan Seminar Nasional yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Auditorium dr. Syafri Guricci Gedung Fakultas Kedokteran dan Kesehatan (FKK) UMJ, Kamis (04/07/2024).
“Amandemen UU Penyiaran sampai saat ini masih belum ada tanda berakhir, penyelesaian, atau wujud UU yang baru. Padahal usianya sudah lebih dari 22 tahun,†kata Ma’mun.
Menurut Ma’mun, penyebabnya mungkin karena UU Penyiaran tidak terkait langsung dengan kepentingan elit. Tidak seperti UU Omnibuslaw yang dapat diselesaikan dengan cara kebut sehari-semalam.
“Saya mohon dengan sangat pada komisi 1 DPR RI untuk bisa membincangkan sesegera mungkin, membahas UU Penyiaran supaya muncul UU Penyiaran baru yang lebih komprehensif, menyangkut perkembangan penyiaran di Indonesia,†kata Ma’mun.
Aturan penyiaran sangat penting terlebih berkaitan dengan pengukuhan ideologi bangsa Indonesia. Ma’mun mengaku risau dengan perkembangan penyiaran dengan kehadiran platform media baru. Banyak konten siaran yang tidak bisa dikontrol, misalnya saja perihal LGBT.
Belum lagi pemengaruh (influencer) atau pelaku penyiaran di media baru kerap memperoleh keuntungan besar dari konten atau program yang dibuat. Itu menurut Ma’mun perlu diatur oleh Pemerintah.
“Penting adanya pembahasan terkait UU Penyiaran baru supaya komprehensif dan tetap mengedepankan khas Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan UU NRI 1945,†tegas Ma’mun.
Pernyataan itu dibenarkan oleh Ubaidillah, Ketua KPI Pusat. Ia mengaku, KPI Pusat belum menerima naskah RUU Penyiaran. “Kami tidak tahu RUU dari baleg (badan legislatif) akan dibahas pemerintah di periode ini atau periode selanjutnya,†kata Ubaidillah.
Ia menyebut Konferensi Penyiaran ini adalah bagian dari keterbukaan ruang diskusi agar mendapatkan masukan dan sebagai pengayaan dari masyarakat terhadap penyiaran. “Penting melibatkan masyarakat. Kami juga melibatkan media dan masyarakat kampus,†ungkapnya.
Melalui konferensi ini, Ubaidillah berharap KPI Pusat mendapatkan saran dan masukan konstruktif dari masyarakat kampus untuk mengetahui pasal-pasal yang perlu penyesuaian dengan perkembangan zaman dan teknologi, serta yang berkaitan dengan penguatan kelembagaan.
Penguatan kelembagaan merupakan salah satu hal penting menurut Ubaidillah karena kondisi KPI terutama KPI Daerah tidak sehat. Hal itu disebabkan adanya UU tentang Pemerintah Daerah yang menyatakan bahwa urusan penyiaran bukan bagian dari urusan pemerintah daerah.
“Maka dari itu kami baik KPI Pusat maupun Daerah, mendorong agar dilanjutkan terus pembahasan RUU Penyiaran sehingga UU yang sudah berusia 22 tahun ini bisa sesuai dengan perkembangan zaman,†tegas Ubaidillah.
Ia menerangkan, Seminar Nasional bertajuk “Opportunnities and Challenges of Indonesian Broadcasting Industry in The Digital Transformation Era†yang merupakan bagian dari pembuka rangkaian Konferesni Penyiaran Indonesia, menjadi tempat untuk masyarakat dan akademisi menyampaikan saran dan masukan.
Konferensi Penyiaran Indonesia adalah gelaran rutin KPI Pusat yang bekerja sama dengan perguruan tinggi. Tahun ini, Konferensi Penyiaran Indonesia akan dilaksanakan pada Oktober 2024 mendatang. Kali ini KPI Pusat menggandeng UMJ dan Asosiasi Pendidikan Ilmu Komunikasi Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (APIK PTMA).
Editor : Tria Patrianti
[ad_2]
Source link
UMJFEED