Jakarta, 22 Agustus 2024 – Aksi demonstrasi “Peringatan Darurat” yang berlangsung hari ini di berbagai titik di Jakarta, termasuk depan Gedung DPR RI, Mahkamah Konstitusi, dan Istana Presiden, telah menarik perhatian berbagai elemen masyarakat, termasuk kalangan mahasiswa. Salah satu yang turut bersuara adalah Bhisma Nibbana Firdaus, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Jakarta (FKM UMJ) Periode 2024/2025.
Bhisma menegaskan bahwa mahasiswa, khususnya di FKM UMJ, memiliki tanggung jawab moral untuk mengawal keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perubahan ambang batas dukungan calon kepala daerah dari 20% menjadi 7,5%, serta batas usia calon kepala daerah. Menurutnya, perubahan ini merupakan langkah signifikan yang dapat membuka peluang lebih besar bagi kandidat yang kompeten dan berkualitas untuk maju dalam pemilihan kepala daerah.
“Sebagai mahasiswa, kami memiliki tanggung jawab untuk mengawal secara ketat keputusan Mahkamah Konstitusi terkait perubahan ambang batas dukungan calon kepala daerah dari 20% menjadi 7,5% dan batas usia calon kepala daerah. Perubahan ini merupakan langkah penting yang bisa membuka peluang bagi lebih banyak kandidat yang kompeten dan berkualitas untuk maju, sehingga persaingan lebih sehat dan representatif. Kita harus memastikan bahwa keputusan ini benar-benar diterapkan secara adil dan tidak dimanipulasi demi kepentingan segelintir pihak,” ungkap Bhisma.
Lebih lanjut, Bhisma mengajak seluruh mahasiswa FKM UMJ untuk tetap kritis dan aktif dalam mengawasi pelaksanaan kebijakan ini agar dapat membawa manfaat nyata bagi masyarakat serta pemerintahan yang lebih baik. Ia menekankan pentingnya peran mahasiswa dalam memastikan bahwa perubahan ini tidak hanya menjadi sekadar wacana, tetapi juga diterapkan dengan integritas dan transparansi.
Di tengah suasana yang semakin panas, bahkan selebriti yang biasanya sangat berhati-hati dalam memberikan opini politik, seperti Raditya Dika, ikut bersuara. Raditya Dika memanfaatkan platform media sosialnya untuk mengajak pengikutnya agar ikut mengawasi keputusan MK ini. Ia mengatakan, “Mungkin hari ini semuanya penuh korupsi, penuh kejatuhan dan kesengsaraan. Kalau kamu mengambil harapan kami, maka harapan itu tidak pernah ada. Maka, atas nama teman-teman saya dan atas nama harapan, mari kita mulai pembunuhan atas dirimu.”
Pernyataan Raditya Dika ini menunjukkan bahwa situasi politik di Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Aksi dan suara dari berbagai kalangan ini menjadi sinyal kuat bahwa kondisi demokrasi di Indonesia tengah berada dalam ancaman yang serius.
Dengan banyaknya pihak yang turun tangan, termasuk mahasiswa FKM UMJ, publik figur, dan masyarakat sipil, diharapkan perubahan undang-undang Pilkada yang sedang digodok di DPR benar-benar berpihak pada kepentingan publik dan tidak dikuasai oleh elit politik tertentu. Aksi ini bukan hanya sekadar protes, melainkan juga seruan untuk menjaga integritas demokrasi di Indonesia.