Tangerang Selatan, 25 April 2025 — Di tengah meningkatnya kesadaran akan pentingnya perlindungan sivitas akademika dari kekerasan seksual dan non-seksual, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Jakarta (FKM UMJ) mengambil langkah konkret melalui penyelenggaraan Workshop Penyusunan Regulasi dan Prosedur Operasional Standar Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (PPKPT). Acara ini berlangsung selama dua hari, 24–25 April 2025, di Gedung FKM UMJ, Ciputat, dan melibatkan 28 institusi dari wilayah LLDIKTI III, IV, dan VII.
Bukan sekadar seminar biasa, workshop ini menjadi arena kolaborasi antarkampus dalam merancang dokumen hukum dan operasional yang mampu menjadi tameng serta pedoman penanganan kasus kekerasan di lingkungan akademik.
Dibuka oleh Wakil Rektor dan Wakil Dekan
Acara resmi dibuka oleh Wakil Rektor IV UMJ, Dr. Septa Candra, S.H., M.H., yang dalam sambutannya menegaskan pentingnya peran institusi pendidikan tinggi dalam menciptakan ruang aman bagi seluruh warganya.
“Perguruan tinggi bukan hanya tempat menuntut ilmu, tetapi juga ruang tumbuh yang harus bebas dari rasa takut dan tekanan, terutama akibat kekerasan. Regulasi dan prosedur operasional ini menjadi kunci menciptakan lingkungan yang mendukung martabat dan keselamatan semua pihak,” ujar Dr. Septa Candra.
Perwakilan pimpinan FKM UMJ, Dr. Munaya Fauziah, S.K.M., M.Kes. selaku Wakil Dekan, turut memberi sambutan hangat dan menekankan urgensi kerja bersama lintas sektor dalam membangun sistem perlindungan yang efektif dan menyeluruh.
Sesi pembukaan juga diisi dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an serta menyanyikan lagu Indonesia Raya, Mars Muhammadiyah, dan Mars FKM UMJ, memperkuat nuansa kebersamaan dan nilai luhur Muhammadiyah sebagai dasar kegiatan.
Empat Ruang, Empat Pilar Penanganan Kekerasan
Setelah sesi pembukaan di Aula Lantai 4, peserta dibagi ke dalam empat ruang kelas di Lantai 3, masing-masing mendalami satu fokus penyusunan:
-
Ruang 1 membahas regulasi induk pencegahan dan penanganan kekerasan, termasuk tata kelola kelembagaan dan mekanisme tambahan.
-
Ruang 2 fokus pada penyusunan POS penerimaan laporan dan telaah awal, lengkap dengan asesmen psikologis awal.
-
Ruang 3 membedah prosedur penanganan, dari pemanggilan pelapor dan terlapor, pemeriksaan korban dan saksi, hingga penanganan bagi penyandang disabilitas.
-
Ruang 4 mendalami standar rekomendasi dan tindak lanjut, termasuk penyusunan laporan akhir, sanksi, rujukan, dan koordinasi lintas sektor.
Seluruh peserta terlibat aktif dalam diskusi, berbagi pengalaman dari kampus masing-masing, serta menyusun kerangka regulasi yang relevan dengan konteks dan kebutuhan institusi mereka.
Bukan Hanya Administratif, Ini Soal Kemanusiaan
Workshop ini tidak hanya menghasilkan draf regulasi, namun juga memperkuat kesadaran kolektif bahwa penanganan kekerasan di perguruan tinggi bukanlah sekadar kewajiban administratif. Lebih dari itu, ia adalah tanggung jawab moral dan kemanusiaan.
“Seringkali korban tidak hanya butuh keadilan hukum, tapi juga sistem pendukung yang berpihak—baik secara psikologis maupun sosial. POS PPKPT harus mampu mengakomodasi itu,” ungkap salah satu peserta dari institusi LLDIKTI IV.
Kegiatan ditutup kembali di Aula Lantai 4, sebagai penanda komitmen kolektif yang telah terbangun selama dua hari intensif. Peserta meninggalkan UMJ dengan membawa draf awal regulasi dan semangat baru untuk mewujudkan kampus yang inklusif, aman, dan berpihak pada korban.
Komitmen UMJ: Dari Regulasi ke Budaya Baru
FKM UMJ melalui program ini menunjukkan bahwa komitmen terhadap pencegahan kekerasan bukan hanya wacana. Dengan melibatkan kampus-kampus dari lintas wilayah, UMJ membangun fondasi regulasi yang tidak hanya legal-formal, tetapi juga berbasis nilai dan budaya kolektif. Langkah ini sejalan dengan visi #KampusMerdeka dan cita-cita #PerguruanTinggiBebasKekerasan.
Ke depan, hasil dari workshop ini diharapkan dapat menjadi acuan nasional dan direplikasi oleh kampus-kampus lainnya di seluruh Indonesia.