15
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (FISIP UMJ) menggelar Seminar Internasional bertajuk The United States Under President Donald Trump: Implications for the World and Indonesia, secara daring pada Jum’at (15/11/2024).
Baca juga : UMJ Jadi Tuan Rumah Seminar Nasional dan Kongres HIPIIS ke-12
Kegiatan ini menghadirkan empat panelis, yaitu Mantan Duta Besar di Bulgaria Bunyan Saptomo, Direktur Asia Middle East Center for Research and Dialogue (AMEC) Muslim Imran, Pakar Geopolitik dari Yaman Khaldoon Ahmed Hasson Abdulla, Dosen FISIP UMJ Ella Syafputri Prihatini Ph.D, dan Moderator sekaligus Dosen FISIP UMJ Dr Asep Setiawan, MA.
Salah satu benang merah seminar tersebut menyatakan bahwa Presiden Donald Trump yang mulai berkuasa pada Januari 2025 akan membawa Amerika Serikat lebih konservatif terhadap dunia dan berbagai negara termasuk ke Indonesia. Hal itu dapat diketahui dari pengalaman empat tahun saat berkuasa dulu 2017-2021.
Namun demikian, realitas baru dunia saat ini antara lain, China lebih kuat dan Timur Tengah masih penuh konflik akan membawa Donald Trump lebih pragmatis. Kebijakan Trump ke Timur Tengah dapat disebut akan lebih merugikan Palestina karena Trump cenderung memihak Israel.
Saat memaparkan materi, Bunyan Saptomo menjelaskan indikasi lebih konservatif tersebut tampak dari pengalaman ketika Donald Trump saat berkuasa 2017-2021. Saat itu Donald Trump berbeda dengan Presiden Barack Obama yang menjadikan Asia sebagai salah satu prioritas politik luar negerinya.
Menurutnya, Trump pada saat berkuasa mundur dari persetujuan internasional Trans-Pacific Partnership Agreement (TPPA), Paris Agreement on climate change, Paris agreement climate change hingga kesepakatan nuklir Iran. Oleh karena itu, ke depan Amerika Serikat di bawah Trump akan memfokuskan kepada perdagangan bilateral, meningkatkan anggaran militer, dan lebih keras terhadap China.
“Trump juga menjadi pendukung kuat Israel dalam konflik di Timur Tengah, termasuk pada masa Trump, Yerusalem diakui Amerika Serikat sebagai ibu kota Israel,” beber Saptomo.
Neo Konservatif
Pada kesempatan yang sama, Ella Syafputri Prihatini memberikan pandangan tentang tren pemerintah Amerika Serikat yang lebih konservatif bahkan disebut sebagai neo-konserfativ 2.0. dimana akan lebih memfokuskan kepada kepentingan Amerika Serikat di dalam dan luar negeri.
Hal ini dapat diindikasikan ketika Ella menyebutkan Marco Rubio yang ditunjuk sebagai Menteri Luar Negeri. Menurutnya, Marco dikenal sebagai orang yang bersikap keras kepada China dan Iran. Selain itu, ia juga mendukung kebijakan keras dalam menghadapi negara-negara tersebut.
“Dalam khazanah studi internasional, kebijakan yang bersifat neo konservatif memiliki kecenderungan menyelesaikan masalah secara militer, munculnya penggunaan kekuatan yang lebih banyak dan liberalisasi ekonomi,” jelasnya.
Faktor lain yang mempengaruhi, yaitu terdapat penunjukan Pete Hegseth sebagai Menteri Pertahanan yang dikenal juga cukup keras meskipun latar belakangnya adalah pengasuh sebuah program di Fox News dan veteran Army National Guard. Lalu, Elise Stefanik yang ditunjuk sebagai Duta Besar AS di PBB dikenal sangat pro Israel tapi kurang berpengalaman di bidang diplomasi.
Pragmatis
Sementara itu, Muslim Imran menjelaskan bahwa dalam mengkaji Amerika Serikat tetap mendasarkan diri pada pandangan bahwa Amerika Serikat tetap ingin menjadi kekuatan hegemoni. Oleh karena itu, siapapun yang berkuasa menjadi Presiden di Amerika Serikat, kebijakannya akan sama yakni menjadi kekuatan yang dominan di dunia.
Dalam hal Presiden Donald Trump, Muslim memandang akan adanya kebijakan pragmatisme sesuai dengan kepentingan politiknya. Trump dianggap akan pragmatis karena adanya politik transaksi di dalam negeri. Trump juga akan membawakan diri dalam politik luar negeri yang bersifat pragmatis dimana kepentingan Amerika paling besar maka hal itu akan menjadi kebijakannya.
Sementara itu, politik luar negeri Presiden Donald Trump ke Timur Tengah akan melanjutkan pendahulunya. Amerika Serikat memiliki posisi mendukung sepenuhnya Israel. Namun, kata Muslim, Trump menghadapi masalah baru dimana Timur Tengah sedang bergolak.
Terakhir, Khaldoon Ahmed Hasson Abdulla menjelaskan bahwa kebijakan Donad Trump terhadap China merupakan salah satu yang menjadi ciri pemerintahannya. Dalam empat tahun berkuasa, Trump memberlakukan bea masuk barang China berlipat ganda sehingga terjadi apa yang disebut perang dagang.
Menurutnya, salah satu kebijakan Donald Trump yang akan menjadi perhatian dunia adalah masalah berkaitan dengan Laut China Selatan. “Trump akan menyuarakan kepentingan Amerika Serikat agar Laut China Selatan tetap bebas dan terbuka,” ungkap Khaldoon.
Namun demikian menurut Khaldoon, Amerika Serikat masih menaruh kepentingan terhadap Indonesia di bidang perdagangan. Oleh karena itu, hubungan dengan Indonesia masih tetap akan terbuka kesempatan dalam meningkatkan perdagangannya.
Seminar Internasional ini dibuka oleh Wakil Dekan I FISIP UMJ Dr. Lusi Andriyani, M.Si., dan diikuti peserta sejumlah lebih dari 55 orang dari Indonesia, Yaman, serta Malaysia.
Editor : Dian Fauzalia
UMJFEED