Senin, 05 Desember 2022 – Essay Project Group Penyelamatan dan Penyehatan Lingkungan (PPL) SEMESTA FKM UMJ, “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Kegiatan Pengelolaan Sampah dalam Program Kampung Iklim (ProKlim)”.
Indonesia termasuk negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Populasi yang terus bertambah secara signifikan, akan meningkatkan produksi sampah terutama sampah rumah tangga. Sampah rumah tangga ini, berasal dari kegiatan sehari-hari rumah tangga yang tidak termasuk kotoran dan sampah khusus1. Pada tahun 2021, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat bahwa, Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 21,88 juta ton. Jumlah tersebut menurun sebesar 33,33%, jika dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 32,82 juta ton2. Permasalahan sampah di Indonesia masih menjadi permasalahan yang belum bisa diselesaikan sampai sekarang. Komposisi sampah yang dihasilkan dari aktivitas manusia, terdiri dari sampah organik sebesar 60-70% dan sampah non organik sebesar 30-40%. Meningkatnya jumlah sampah di Indonesia membuat permasalahan sampah menjadi suatu ancaman terhadap perubahan iklim3.
Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), saat ini telah terjadi peningkatan suhu bumi sebesar 0,8◦C, akibat perubahan iklim dan telah ada pembuktiannya. Selain itu, selama tiga dekade terakhir, kondisi suhu bumi dinilai lebih hangat bila dibandingkan dengan dekade sebelumnya4. Ternyata masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa ada kaitan antara perubahan iklim dengan sampah.
Berdasarkan data IPCC secara global, 3% dari emisi gas rumah kaca, berasal dari sektor sampah, yang 90% di antaranya terdiri dari gas methan pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah atau dumpsite. Makin meningkatnya jumlah penduduk, maka, makin besar pula peningkatan jumlah sampah terutama pada sampah plastik. Saat ini, plastik telah banyak digunakan dalam kehidupan manusia karena, plastik mudah didapatkan dan harganya relatif lebih murah. Sampah plastik menjadi salah satu penyebab utama terjadinya perubahan iklim. Hal ini disebabkan karena mulai dari proses produksi, pembuangan, hingga pengelolaan, sampah plastik telah mengemisikan banyak gas rumah kaca ke lapisan atmosfer5.
Berikut adalah penjelasannya :
- Produksi Plastik
Produksi plastik yang dimaksud adalah plastik yang terbuat dari minyak dan gas bumi yang diekstrak atau diambil dari perut bumi. Kemudian, melewati proses pemurnian yang menghasilkan berbagai macam turunan minyak dan gas bumi, salah satunya adalah Naffta. Naffta merupakan bahan baku dalam pembuatan plastik. Saat Naffta diolah lebih lanjut, maka, akan menghasilkan pelet (resin) plastik. Proses ekstraksi, pemurnian, hingga produksi pelet plastik, membutuhkan energi yang besar, dan menghasilkan emisi karbon sebesar 1.781 jutaan metrik ton CO2, sehingga berkontribusi dalam perubahan iklim.
- Produksi Produk Plastik
Setelah melewati proses produksi plastik yang menghasilkan pelet (resin) plastik, pelet plastik ini, diolah kembali untuk dicetak dan menghasilkan suatu produk plastik. Contohnya : botol plastik, kantung plastik, dan sedotan plastik. Pada proses pencetakan produk plastik ini, membutuhkan suhu yang tinggi dari pembakaran batu bara yang menghasilkan emisi karbon sebesar 535 juta metrik ton CO2.
- Pembuangan Sampah Plastik
Seringkali masyarakat membuang sampah begitu saja ke TPA, tanpa diolah kembali dengan cara didaur ulang atau dibakar dengan insinerator. Beda halnya sampah organik dari sisa makanan, yang dapat terurai dengan tanah secara mudah dan cepat. Daur ulang sampah anorganik seperti sampah plastik ini, memerlukan energi yang besar, sehingga, menghasilkan emisi karbon yang cukup tinggi.
Peraturan perundang-undangan Nomor 31 Tahun 2009 tentang meteorologi, klimatologi, dan geofisika mengemukakan bahwa, perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia dan menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global6. Secara umum, dampak yang diakibatkan oleh perubahan iklim, yaitu adanya penyiutan dan degradasi atau penurunan fungsi sumber daya lahan, air, dan infrastruktur, terutama irigasi yang menyebabkan terjadinya ancaman kekeringan atau banjir. Program Kampung Iklim (ProKlim) adalah salah satu program yang diharapkan dapat mengurangi risiko dampak dari perubahan iklim7.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 84 tahun 2016 tentang Program Kampung Iklim mendefinisikan bahwa, ProKlim merupakan suatu program yang bertujuan untuk meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan pemangku kepentingan lain, agar menguatkan kapasitas adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan penurunan emisi gas rumah kaca. Dalam peraturan menteri tersebut juga dijelaskan bahwa, adaptasi perubahan iklim dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap dampak perubahan iklim. Dengan demikian, potensi kerusakan akibat perubahan iklim tersebut dapat berkurang dan peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan, serta konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim pun dapat diatasi8.
Salah satu program yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam mengelola sampah, yaitu Program Kampung Iklim (PROKLIM)9. Salah satu desa yang ditunjuk untuk menerapkan PROKLIM, yaitu Desa Mojodeso, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro. Desa Mojodeso, merupakan salah satu desa yang sudah menjalankan aksi pengelolaan lingkungan dan desa pertama yang memperoleh penghargaan pada bidang lingkungan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Penghargaan tersebut, didapatkan karena, hasil kerja keras yang dilakukan oleh pemerintah desa (Pemdes) dan warga Mojodeso dalam menangani perubahan iklim yang terjadi. Berbagai upaya dan inovasi sudah berhasil diterapkan di desa tersebut, yaitu adanya sumur resapan, pendirian bank sampah, rumah kompos, pemanfaatan pupuk organik, dan masih banyak lagi. Dari upaya tersebut, desa Mojodeso berpredikat sebagai “Desa Wisata Edukasi Lingkungan”. Kini, Desa Mojodeso pun, menjadi desa pelopor pelaksanaan PROKLIM di Kabupaten Bojonegoro. Salah satu programnya adalah kegiatan pengelolaan sampah. Pola pikir masyarakat diarahkan pada kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan 3R, yaitu : reuse (menggunakan kembali sampah yang dihasilkan), reduce (mengurangi timbunan sampah), dan recycle (mendaur ulang sampah yang dihasilkan), sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemanfaatan10.
Kesimpulannya, PROKLIM merupakan suatu kegiatan pengelolaan lingkungan, yang membutuhkan peran aktif dari aktor, modal sosial, dan partisipasi masyarakat dalam proses melaksanannya. Pada proses pelaksaaan PROKLIM, dilakukan tahapan-tahapan proses pemberdayaan, berupa penyadaran, penunjukan masalah, pemecahan masalah, implementasi kegiatan, produksi, dan publikasi informasi, serta pemberdayaan. Proses ini, sejalan dengan tindakan para tokoh masyarakat setempat, pemerintah dan masyarakat itu sendiri, dalam upaya memberdayakan masyarakat dengan menggunakan pendekatan 5P yaitu product (produk), price (harga), place (tempat), promotion (promosi), dan people (orang). Namun, pendekatan yang digunakan hanyalah sebagai pemungkinan, penyokongan, penguatan, dan pemeliharaan. Dalam mengupayakan berjalannya PROKLIM, harus memiliki jaringan, norma sosial, dan pertukuran yang timbul akibat dari adanya jaringan. Masyarakat Kampung Iklim pun, turut berpartisipasi yang kemudian diukur melalui tingkatan partisipasi.
Berdasarkan simpulan tersebut, saran yang dapat diberikan oleh penulis, yaitu perlu dilakukan sosialisasi berkelanjutan tentang adanya pemilahan bank sampah dan pemanfaatan sampah. Masyarakat pun diajarkan dan dibiasakan untuk memilah sampah rumah tangganya sendiri, sebelum diserahkan kepada bank sampah. Selain itu pula, perlu adanya pelaksanaan pelatihan lainnya yang mendukung adanya penyelesaian masalah sampah kepada masyarakat, yang nantinya akan melibatkan partisipasi masyarakat yang besar. Masyarakat juga harus didukung oleh pengetahuan yang lebih mendalam, dengan cara mengajak atau bekerjasama dengan pihak lain dan ahli, seperti LSM, BUMN untuk berbagi ilmu dan tentang pengelolaan sampah.