Jakarta, 28 Juni 2021 – Assalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
“Seni dan Daya Hidup dalam Perspektif Quantum oleh M. Dwi Marianto”
Sebagai kata benda abstrak “seni” adalah kemampuan kreatif manusia dalam menanggapi alam; kemampuan istimewa dalam mengubah suatu ide menjadi konsep kreatif yang dinyatakan menjadi suatu yang menarik, fungsional, atau inspiratif. Dalam The Methodologies of Art oleh Laurie Schneider Adams, seni atau art adalah objek atau imaji apa saja, yang boleh jadi dulu oleh pembuatnya tidak secara eksplisit diidentifikasikan sebagai suatu kaya seni, tetapi yang menrik perhatian pemirsa karena keekspresivan atau yang secara estetis menyenangkan atau mengadopsi poin Adams tersebut, seni boleh jadi pula merupakan suatu objek atau imaji yang memang sejak awal pembuatannya dimaksudkan sebagai media untuk mengekspresikan perasaan, atau sebagai sarana mempresentasi suatu ide secara estetis dan menyenangkan.
Dalam seni, sebagaimana dalam berbagai macam kehidupan lain, keberagaman adalah sumber daya dan sekaligus peluang. Semakin beragam semakin baik, karena eksplorasi, potensi, dan wilayah kemungkinan jelajah seni menjadi semakin luas dengan berbagai kebolehjadian yang semakin banyak. Banyak inovasi dan kreativitas dimulai dari suatu temuan, rasa, atau ide0ide yang tadinya samar-samar. Untuk itu diutuhkan bukan penyeragaman, standarisasi, dan penyamaan perspektif; melainkan keluwesan berfikir, keberanian dan kemauan untuk mencari sesuatu yang baru. Pemahaman akan seni baru utuh kalau ia dihayatisecara objektif dan subjektif, secara material dan immaterial.
Sebab seni sama seperti realita lain, selalu mengandung dua aspek yang saling melengkapi, yaitu aspek ujud dan aspek isi. Seni dapat pula dikatakan sebagai media untuk menghadirkan suatu konsep/rasa/gagasan/bayangan/imajinasi/image tentang sesuatu yang menrik dengan cara yang luar biasa, misalnya melalui penyangatan, pengarikaturan, atau pelebihlebihan. Tanpa kebaruan, kreativitas, aktuaitas, kejutan yang menyenangkan, mencerahkan atau yang mengerikan sekalipun, seni akan jatuh menjadi sesuatu yang membosankan.
Esensi seni adalah kreativitas; sedangkan hakekat bahasa seni adalah metaphor. Seni jadi tuna arti, alias mati apabila tak ada kebaruan; repetisi bentuk dan pesan yang sama, membuat “seni” jadi tuna metafora.
Tampilannya jadi baku, beku, dan menjemukan. Keadaan statis macam ini berlawanan dari kerja otak atau alam pikiran manusiawi yang senantiasa bergerak dan berubah. Pikiran itu adalah kantong-kantong ide lain. Otak dan pikiran manusia yang sehat bersifat seperti sinar matahari, yang bukan hanya baru setiap hari, melainkan senantiasa baru, tiada henti (Berdasarkan ungkapan Herakleitos 540-480).
Inflasi nilai dan perubahan yang dilakukan atas seni merupakan sesuatu yang alamiah, tidak perlu diratapi. Perubahan itu datang dengan sendirinya, sejalan dengan hadirnya pemikiran, atau paradigma baru. Seni dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata “art”. Dalam bahasa Melayu kata “seni” berarti kecil atau halus.seni juga dapat diartikan sebagai keterampilan (skill), misalnya karya seni (work of art), seni murni (fine art), seni rupa (visual art) dan lainnya, makanya sangat sukarlah mendefinisikan seni.
Demikian pula pada suatu jenis kesenian punya berbagai versi dan gaya. Pada akhirnya banyak cara-cara pendekatan yang diteorisasikan sebagai cara-cara pemahaman yang lebih detil dan komprehensif, sesuai dengan pengamatan mendalam mereka atas objek material dalam konteks-konteksnya yang khas. Namun itu hanyalah sebagai titik masuk ke dalam ojek yang bersangkutan. Sebab yang penting adalah bahwa melalui titik masuk itu kita harus mengembangkan cara pemahaman kita sendiri, sebagai subjek yang mengamati, mengalami, dan merepresentasinya secara verbal maupun tertulis, factual, rasional dan meyakinkan.
Wassalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh