Jakarta, 16 April 2021 – Assalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Fiqih Ikhtilaf – (CERDAS MEYIKAPI PERBEDAAN)
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidaw
Ikhtilaf secara bahasa adalah perbedaan dan perselisihan, lawan kata dari persatuan. Adapun secara istilah, ikhtilaf bermakna perbedaan antara dua pihak yang berselisih untuk menampakkan kebenaran dan memadamkan kebatilan. Antara definisi secara bahasa dan istilah tidak ada perbedaan yang mencolok, bahkan ada kesesuaian. Ikhtilaf di antara manusia maksudnya adalah tidak cocoknya mereka dalam suatu masalah atau pendapat sehingga muncul perbedaan antara kedua belah pihak lalu timbul dialog dan diskusi untuk menampakkan kebenaran dan memadamkan kebatilan dalam masalah tersebut.
Al-Imam Asy-Syafi’i telah menjelaskan tentang fiqih Ikhtilaf. Beliau berkata, “Perselisihan itu ada dua macam, apabila sudah ada dalilnya yang jelas dari Allah dan sunnah Rasul-Nya atau ijma‘ kaum muslimin maka tidak boleh bagi kaum muslimin yang mengetahuinya untuk menyelisihinya. Adapun apabila tidak ada dalilnya yang jelas maka boleh bagi ahli ilmu untuk berijtihad dengan mencari masalah yang menyerupainya dengan salah satu di antara tiga tadi (al-Qur’an, Sunnah, dan ijma‘).”
Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa ikhtilaf itu terbagi menjadi dua: 1. Khilaf yang boleh 2. Khilaf yang tercela
PERSELISIHAN YANG BOLEH
Pendapat yang muncul karena ijtihad yang diperbolehkan secara syar‘i. khilaf yang dibolehkan dalam syari‘at adalah khilaf yang muncul karena ijtihad yang diperbolehkan, seperti:
- Pendapat tersebut dimunculkan oleh seorang mujtahid (alim),
- Dia telah mencurahkan segala daya dan upayanya dalam masalah tersebut,
- Masalah yang diperselisihkan adalah masalah yang masih dalam ruang lingkup ijtihad, seperti: masalah yang belum ada dalilnya secara tertentu, masalah yang ada dalilnya tetapi tidak jelas, masalah yang ada dalilnya yang jelas tetapi tidak shahih atau diperselisihkan keabsahannya atau ada penentangnya yang lebih kuat,
- Motivasi ijtihad adalah untuk mencari kebenaran sesuai dengan syari‘at, bukan mengikuti hawa nafsu,
- Ijtihadnya tersebut tidak menyebabkan permusuhan dan pertikaian di antara kedua belah pihak
Dalil yang menjelaskan tentang terjadinya perbedaan pendapat terdapat pada QS al-Anbiya : 78-79 tentang terjadinya perbedaan pendapat antara Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman (‘alaihima as-salam) dalam menyikapi kasus pemilik sawah. Ada juga dalil dari hadits nabi
Dari Amr ibn al-Ash a dia mendengar Rasulullah saw bersabda, “Apabila salah seorang hakim telah ijtihad (berusaha mencari kebenaran) lalu dia benar maka dia meraih dua pahala, dan jika berhukum berdasarkan ijtihad lalu salah maka dia mendapat satu pahala.” (HR al-Bukhari: 7375 dan Muslim: 1716)
Hadits ini menunjukkan tentang adanya khilaf yang boleh. Sebab, pandangan mujtahid dan pemahaman mereka tentu berbeda-beda, sehingga pasti terjadi perbedaan dan perselisihan dalam penetapan hukum.
PERSELISIHAN YANG TERCELA
Pendapat yang muncul karena ijtihad yang tidak diperbolehkan secara syar‘i. Ijtihad yang tidak diizinkan syari‘at Islam adalah ijtihad yang tidak memenuhi rambu-rambu ijtihad yang telah disebutkan sebelumnya. Contonya seperti Perselisihan dalam masalah aqidah atau hukum yang telah mapan atau Perselisihan orang-orang yang tidak memiliki alat ijtihad baik jahil atau ahli taklid, seperti perselisihan orang orang yang sok pintar padahal mereka bodoh. Penyebab perselisihan yang tercela biasanya karena mengikuti hawa nafsu, kurang ilmu dan pemahaman, hasad dan permusuhan, fanatik, debat kusir.
Banyak sekali dalil-dalil yang menjelaskan larangan terhadap perpecahan, perselisihan, dan perbedaan. Di antaranya ialah firman Allah QS Ali ‘Imran [3]: 103. QS ar-Rum [30]: 31–32, QS al-An‘am [6]: 159.
Dalil dari Hadist nabi. Rasulullah Shallallaahu’alaihi wasallam bersabda
“Sesungguhnya Allah meridhai bagi kalian tiga perkara dan membenci bagi kalian tiga perkara. Dia meridhai bagi kalian: (bilamana) kalian beribadah kepada-Nya semata dan tidak menyekutukan-Nya sedikit pun; kalian semua berpegang teguh dengan tali Allah dan tidak berpecah belah; serta menegakkan nasihat kepada pemimpin-pemimpin yang dijadikan oleh Allah untuk kalian.” (HR Muslim: 1715)
Ucapan ulama salaf Al-Muzani mengatakan, “Allah mencela perselisihan dan memerintahkan untuk mengembalikan semua perselisihan kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Seandainya perselisihan termasuk agama maka tidak akan dicela, dan seandainya persengketaan termasuk hukum-Nya maka tidak akan diperintah untuk mengembalikan kepada al-Qur’an dan as-Sunnah.”
Wassalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh